Anak di Luar Nikah
By Admin
nusakini.com - Ustadz Ammi Nur Baits حفظه الله تعالى.
Ketika Allah menjelaskan hukum bagi para pezina, Allah mendahulukan penyebutan zaniyah (pezina wanita).
Allah
berfirman,
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ
بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan
pezina dan laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali
pukulan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.”
(QS.
An-Nur: 2).
Al-Qurthubi
mengatakan, “Kata “zaniyah” (wanita pezina) lebih didahulukan dalam ayat di
atas karena aib perzina itu lebih melekat pada diri wanita. Mengingat mereka seharusnya
lebih tertutup dan berusaha menjaga diri, maka para wanita pezina disebutkan
lebih awal sebagai bentuk peringatan keras dan perhatian besar bagi mereka.”
(Al-Jami’
Li Ahkam Al-Quran, 12: 160)
Karena
itu, wahai para wanita mukminah, wahai para wanita yang memiliki mahkota rasa
malu, wahai para pemegang kunci syahwat, peluang terjadinya zina ada di tangan
kalian. Janganlah menjadi wanita murahan, yang mudah menyerahkan kunci itu.
Kita semua yakin, zina tidak mungkin terjadi sepanjang Anda tidak merelakan
kunci itu jatuh ke tangan lelaki buaya. Mereka tidak akan berani merebut paksa
kunci itu, sebelum Anda menyerahkannya. Karena semua lelaki tidak ingin disebut
sebagai pemerkosa.
▶ Hukum Fiqih Untuk Anak Hasil Zina
Pertama, anak hasil zina (anak di luar nikah) tidak dinasabkan ke bapak biologis.
Anak zina
pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana anak mula’anah dinasabkan
kepada ibunya. Sebab keduanya sama-sama terputus nasabnya dari sisi bapaknya
(lihat Al
Mughni: 9:123).
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan tentang anak zina,
ولد زنا لأهل أمه من كانوا حرة أو أمة
“Untuk
keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak.”
(HR. Abu
Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no.2268 dan dinilai hasan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.1983)
Dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas, dinyatakan,
ومن ادعى ولدا من غير رشدة فلا يرث ولا يورث
“Siapa
yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi
anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya.”
(HR. Abu
Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no. 2266)
Dalil lain yang menegaskan hal itu adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan,
قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan
dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK
dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya…
(HR.
Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).
Dalil lainnya adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الولد للفراش وللعاهر الحجر
“Anak itu menjadi hak pemilik firasy, dan bagi pezina dia mendapatkan kerugian.”
Imam
An-Nawawi mengatakan, “Ketika seorang wanita menikah dengan lelaki atau seorang
budak wanita menjadi pasangan seorang lelaki, maka wanita tersebut menjadi
firasy bagi si lelaki. Selanjutnya lelaki ini disebut “pemilik firays”. Selama
sang wanita menjadi firasy lelaki, maka setiap anak yang terlahir dari wanita
tersebut adalah anaknya. Meskipun bisa jadi, ada anak yang tercipta dari hasil
yang dilakukan istri selingkuh laki-laki lain. Sedangkan laki-laki
selingkuhannya hanya mendapatkan kerugian, artinya tidak memiliki hak sedikit
pun dengan anak hasil perbuatan zinanya dengan istri orang lain.”
(Syarh
Shahih Muslim, An-Nawawi, 10:37)
Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina SAMA SEKALI bukan anak bapaknya. Karena itu, tidak boleh di-bin-kan ke bapaknya.
Bagaimana Jika Di-bin-kan ke Bapaknya?
Hukumnya terlarang bahkan dosa besar. Ini berdasarkan hadis dari Sa’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام
“Siapa
yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka
surga haram untuknya.”
(HR.
Bukhari no. 6385)
Karena bapak biologis bukan bapaknya maka haram hukumnya anak itu di-bin-kan ke bapaknya. Lantas kepada siapa dia di-bin-kan?
Mengingat anak ini tidak punya bapak yang ‘legal’, maka dia di-bin-kan ke ibunya. Sebagaimana Nabi Isa ‘alaihis salam, yang dengan kuasa Allah, dia diciptakan tanpa ayah. Karena beliau tidak memiliki bapak, maka beliau di-bin-kan kepada ibunya, sebagaimana dalam banyak ayat, Allah menyebut beliau dengan Isa bin Maryam.
Kedua, tidak ada hubungan saling mewarisi.
Tidak ada hubungan saling mewarisi antara bapak biologis dengan anak hasil zina. Karena sebagaimana ditegaskan sebelumnya, bapak biologis bukan bapaknya. Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya merampas harta yang bukan haknya. Bahkan hal ini telah ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, di antaranya:
Abdullah
bin Amr bin Ash mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki,
atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan
tidak mewarisinya…
(HR.
Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).
Jika bapak biologis ingin memberikan bagian hartanya kepada anak biologisnya, ini bisa dilakukan melalu wasiat. Si Bapak bisa menuliskan wasiat, bahwa si A (anak biologisnya) diberi jatah sekian dari total hartanya setelah si Bapak meninggal. Karena wasiat boleh diberikan kepada selain ahli waris.
Ketiga, siapakah wali nikahnya?
Tidak ada wali nikah, kecuali dari jalur laki-laki. Anak perempuan dari hasil hubungan zina tidak memiliki bapak. Bapak biologis bukanlah bapaknya. Dengan demikian, dia tidak memliki hubungan kekeluargaan dari pihak bapak biologis. Bapak biologis, kakek, maupun paman dari bapak biologis, tidak berhak menjadi wali. Karena mereka bukan paman maupun kakeknya.
Lalu siapakah wali nikahnya?
Orang
yang mungkin bisa menjadi wali nikahnya adalah
a. Anak
laki-laki ke bawah, jika dia janda yang sudah memiliki anak.
b. Hakim
(pejabat resmi KUA).
Allahu
a’lam. (mj)